Translate

Senin, 18 April 2016

Manifesto Anti Fasis


Kami; SATU Niat Anti FASis (SATU NAFAS) adalah bagian jaringan anti fasis (antifa) Kami adalah kita. Kita membanyak. Kita melawan.


Kami tiada memimpin dan tidak dipimpin. Setiap individu adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.


Kehadiran dan bergeraknya kami adalah sebuah konsekuensi kemuakan dan ketiadaan.


Fasisme hadir untuk menyeragamkan, sebagai bentuk dan sekaligus juga menyebarkan ketakutan; pada keragaman dan perbedaan, pada kemanusiaan.


Kemuakan meningkatnya aktifitas fasisme dan ketiadaan negara sebagai pelindung. Kita lengah, lelah lalu jengah.


Fasisme memiliki banyak wajah dari satu bentuk khasnya: Otoriterian. Fasisme dapat berangkat dari superioritas: Ras, Suku, Agama, Golongan.


Fasisme juga kerap menjadi tangan kekuasaan dan sebagai tembok para pemodal yang berlindung dibaliknya. Demi kondisi ideal mereka.


Fasisme bersandar pada kenyamanan jumlah mereka dan menanam doktrin sebagai kelompok paling atas dari kelompok lainnya, dengan tujuan mulia.


Kapitalis (kaum pemodal) yang bertengger di puncak kuasa. Cukup menggelontorkan uangnya sebagai pendukung penguasa dan mengamankan profit.


Ada pun berperan menjadi penguasa atau kaki tangan dari penguasa. Berangkulan bersama adalah keniscayaan sebagai alat kontrol kekuasaan.


Melalui rangkaian cepat peristiwa-peristiwa pemberangusan keragamanlah. Kita dikagetkan, diyakinkan, dan diingatkan semua ancaman itu nyata.


Ancaman terhadap ruang-ruang: kebebasan; bersuara, berekspresi, berorganisasi. Terutama atas hak sebagai manusia merdeka -- kemanusiaan.


Kami percaya akan kebebasan hidup antar manusia. Kami tak ingin apa yang sudah ada kelak hanya menjadi mimpi lalu binasa. Sangatlah mungkin.


Kita pernah coba percaya, pada penguasa. Kami pun sudah mengajak berdiskusi dengan mereka. Percuma saja, hasilnya hampa.


Yang tersisa adalah nafas perjuangan. Dan sebuah keyakinan. Agar penting demi mereka disadarkan bahwa kami akan melawan di jalanan.


Dalam bentuk apa pun dengan cara yang tak terbayangkan sekali pun. Cara lama sudah usang, sementara waktu mungkin tak panjang.


Kami ada di mana saja. Karena harapan ada di mana-mana.


Cara-cara kami mungkin tidaklah elegan, namun tetap diperlukan. Satu sandaran atau batasan: prinsip-prinsip kemanusiaan.


Kami sadar betul begitu perlunya bantuan dan dukungan. Lalu, yakinlah bahwa kalian ada dan kita tak sendirian.


Sangat dipahami, tidak semua orang memiliki waktu dan kualitas untuk kebanyakan cara yang akan dimainkan.


Kami juga meyakini akan berkah setiap orang terlahir dengan keunikan dan semua pasti memiliki peran.


Begitu banyak peran bisa dimainkan oleh sebab itu demikian banyak juga dukungan kami harapkan.


Perlahan, mulai dari hal terkecil kita berjalan dengan kepastian menjemput impian.


Saat ini dan masa depan. Hidup merdeka dalam keragaman. Sekian. Lawan.


Penyusun: SATU NAFAS


Satu Niat Anti Fasis



Jumat, 04 Maret 2016

Kapitalis


Kapitalis: kaum pemodal, modal, bisnis, dagang, pengusaha, perusahaan.

Cukup menggambarkan definisi singkatnya? Iya, kapitalis berasal dari kaum pedagang, kemudian menjadi pengusaha dan ketika revolusi industri; penemuan mesin uap, cetak dan perkembangan teknologi makin memacu membesarnya mereka menjadi raksasa.

Kapitalis percaya kepemilikan privat adalah sebuah keniscayaan demi kesejahteraan manusia.

Seperti apa kapitalis?

Kapitalis tidak memiliki kewarganegaraan dan mereka juga bukan negara. Mereka bisa memiliki kantor pusat di sebuah negara industri maju, sekaligus kaki mereka berada jauh di bagian lain dunia, di negara dunia ke-3.

Tapi itupun saat ini hanya perumpamaan, saat ini di era modern kapitalis bisa berada dan datang dari mana saja. Selama ia sosok dengan modal yang menggurita.

Kapitalis bukanlah ideologi. Satu hal yang jelas mereka incar tak lain: profit (keuntungan). Sebesar mungkin adanya kemungkinan untuk merugi dan biaya produksi yang dibutuhkan akan mereka tekan, demi profit.

Di mana ada keuntungan, di mana ada sumber daya untuk dihisap. Kapitalis akan datang dan bercokol.

Globalisasi

Dengan berkembangnya teknologi transportasi dan komunikasi maka semakin memudahkan perdagangan. Seseorang dan barang pada satu hari yang sama bisa berada di negara atau wilayah lain di belahan dunia.

Semangat neo imperialisme kembali menggelora. Namun kali ini penekanan utamanya adalah: gold (profit dan sumber daya)

Manakala berbicara sumber daya tidak hanya tentang sumber daya alam yang tersebar banyak di bagian negara dunia ke-3. Sumber daya juga tentang harga buruh atau tenaga kerja di negara miskin atau berkembang tersebut. Semakin upah bisa ditekan, semakin profit bisa dimaksimalkan. Terlebih kapitalis selalu bisa mengancam, bahwa mereka memiliki mesin-mesin yang bisa optimal membantu mereka dan dapat hengkang kapan saja dari suatu negara jika dirasakan oleh mereka situasinya tak lagi menguntungkan mereka.

"Negara pada akhirnya takluk oleh kuasa modal"

Pasar dan Perdagangan Bebas

Merupakan bentuk nyata kekinian dari kebrutalan sebuah sistem ekonomi. Sistem ini memungkinkan kapitalis untuk bercokol dan berbisnis di mana saja dengan menggunakan dalih kompetisi.

Alih-alih sebuah kompetisi, manakala sebuah kompetitor tidak mampu dalam bersaing maka mereka akan otomatis tergeser.

Sistim ini akan menekan dan menyingkirkan peran negara dalam intervensi perekonomian. Sementara negara masih memiliki tujuan memperhatikan kesejahteraan warganya melalui fungsi regulasi. Maka kapitalis melalui organisasi perdagangan mereka (WTO) membuat sebuah perjanjian internasional yang mengikat dan memaksa negara pesertanya untuk menyesuaikan peraturan dalam negeri atas dan demi keuntungan kaum pemodal.

Organisasi Perdagangan Dunia

World Trade Organization (WTO): Kumpulan akumulasi modal yang berkumpul dan bersepakat menjadi gurita raksasa yang mencengkram perekonomian dunia.

Bahkan dalam teori hubungan dan hukum internasional, besar kekuasaan dari WTO cukup menggoyang sebuah negara agar patuh pada tiap hasil dan ketentuan dari perjanjian internasional yang mereka putuskan secara tertutup.

WTO bersama organisasi pendukungnya semacam World Bank (Bank Dunia) dan IMF (International Monetary Fund/ Dana Moneter Internasional) bahu membahu menekuk lutut negara dunia ke-3 di mana sumber daya berada agar mematuhi dan memaklumkan penghisapan oleh kapitalis.

Kejahatan kapitalisme pada kemanusiaan

Kebanyakan ahli ekonomi akan berpendapat bahwa kapitalis merupakan sebuah sistem tersukses dan mampu bertahan hingga saat ini menaikan tingkat kesejahteraan hidup manusia.

Saya dan segenap mereka yang menyadari dan merasakan dampak penghisapan dari kapitalis akan menolak pernyataan tersebut secara khusus pada poin mensejahterakan.

Kita kembali pada tujuan dari kapitalis: profit. Demi keuntungan mereka akan memotong semua resiko kerugian: tenaga kerja murah, sistim kontrak, out sourching bahkan di berbagai tempat mereka tidak mempedulikan batasan umur dan tutup mata akan keberadaan pekerja anak.

Kapitalis tak peduli dengan kerusakan alam. Mereka akan mengupah pemerintah setempat agar menyelesaikan urusan dampak kerusakan lingkungan yang dihasilkan korporasi. Perusahaan membentuk Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai upaya menutup dan mengalihkan pandangan publik pada dosa mereka terhadap alam sekitar pabrik mereka beroperasi.

Kapitalis akan membuat ketergantungan melalui konsumsi dan hutang bagi negara atau perorangan.

Kapitalis membuat manusia teralienasi dari makna kehidupan. Bekerja dan terus kerja demi profit para korporat. Sehingga melupakan kedirian dan fungsinya sebagai manusia.

Pada praktiknya kapitalis mampu menggerakkan negara untuk menggunakan alatnya sebagai upaya melindungi kelanggengan mereka. Tentara dan polisi akan bergerak memberangus kegiatan warganya sendiri jika dirasa akan menghambat masuknya para pemodal.

============================

Pada akhirnya tulisan ini masih sangat jauh sempurna dan menyeluruh untuk menjabarkan tentang kapitalis. Dibutuhkan perbaikan, masukan dan juga penambahan materi kedepannya.

Harapan utama penulis adalah agar kita semua mengeksplorasi bahaya kapitalisme global dan bersama-sama terus berupaya mencari ruang dan cara kreatif untuk bisa menahan lajunya dalam menindas secara langsung.

Cheers!

Penulis: @anakkopi

Kamis, 03 Maret 2016

Negara




Negara: Organisasi kekuasaan yang diberikan mandat untuk mengatur dalam rangka menuju kesejahteraan bersama oleh sekelompok orang (masyarakat). Seyogyanya demikian. Definisi yang saya utak atik di kepala ini demi mendapat jajaran kata yang secara formal menggambarkan negara.

Di sisi lain dalam hal hubungan kekuasaan. Bisa dibilang Negara merupakan simbol pengatur tertinggi dari kehidupan sekelompok orang. Diberikan kekuasaan yang jelas dan kuat demi memastikan ketertiban (dalam versi mereka) dan juga atas kepentingan (mereka?).

Selain negara ada juga simbol-simbol lain berperan sebagai pihak di kehidupan manusia yang bisa dibilang tak boleh dibantah, murni dipatuhi. Segala bentuk bantahan adalah makar atas kekuasaannya. Berbeda adalah bidah. Dan untuk memastikan langgengnya kekuasaan mereka, maka negara juga diberikan fungsi menegakkan hukum dan memaksa penegakkannya melalui alat atau aparatur mereka.

Negara memiliki kekuatan absolut yang diberikan dan bahkan dibiayai oleh rakyatnya. Sebenarnya kekuasaan negara hanya dibatasi oleh konstitusi yang menjadi bentuk nyata kontrak sosial dengan warga negaranya. Namun pada praktiknya menjadi samar. Negara menjadi suatu bentuk yang bersifat otoriter dan memiliki kecendrungan menjadi fasis. Bahkan jika negara tidak menjadi fasis, mereka akan mendukung kelompok mayoritas dengan sifat fasis tersebut; demi melanggengkan kekuasaannya.

Seberapa besar kuasa negara?

Di atas sedikit digambarkan bagaimana bahkan negara memiliki kewenangan dan alat untuk menegakkan hukumnya.

Wilayah hukum yang dimiliki negara tidak hanya terbatas soal orang dengan orang lainnya. Bahkan hingga masuk ke wilayah orang: badan dan pemikirannya. Bisa dipastikan anda dilihat dan diperlakukan oleh negara seolah seperti bocah yang tak mengerti apa-apa, sementara negara adalah orang tua yang tak terbantahkan dalam hal baik atau buruk. Jadi nasib dan harkat kalian tidak dimiliki oleh kalian namun orang atau pihak lain; negara.

Apa masyarakat membutuhkan negara?

Tujuan dan fungsi dibentuknya negara selain memberi kesejahteraan pada warga negaranya adalah memastikan keamanan mereka. Keamanan dari ancaman luar atau pun dalam negeri.

Perlindungan ini seyogyanya tak terbatas pada kelompok besar di masyarakatnya dan menjadi sebab hilangnya hak-hak dari kelompok kecil. Negara diharapkan melindungi semua kelompok.

Apabila dua fungsi minimal tersebut makin terasa jauh diberikan oleh negara dan kedamaian makin tidak ada khususnya untuk kelompok-kelompok kecil.

Masihkah kita butuh dan dapat berharap pada negara? 

Karena pada akhirnya perkara negara sebatas: Harta, Tahta dan kuasa.

Apakah orang (masyarakat) dapat hidup tanpa negara?

Pertama kita tengok kembali pada fungsi awal dan utama didirikan suatu negara. Ada sebuah bentuk perjanjian sosial antara warga dan negara yang memuat kedua fungsi minimal tersebut. Jika masyarakat dapat memainkan peran orang per orang dan memaksimalkannya untuk hidup bersama. 

Kenapa tidak? Dan bukan tidak mungkin. Di belahan dunia dan pada beberapa masa kita dapat mengetahui ada sejarah sekelompok masyarakat dalam berbagai ukuran mampu hidup mandiri tanpa peran negara dengan saling percaya memainkan perannya. Setiap orang bersuara akan kebutuhannya. Yang memiliki sesuatu akan memberikan pada yang tidak punya. Semua bekerja sesuai kemampuannya.

Sebuah bentuk kehidupan bermasyarakat yang kerap dicap utopis atau tidak mungkin, nyatanya terjadi. Silahkan cari informasi terutama beberapa masa berikut dan pelajari: Revolusi Rusia, Perang Sipil Spanyol, Meksiko dengan EZLN (Zapatista), Indonesia dengan masyarakat Samin. Contoh tersebut adalah contoh besar yang masih terendus sejarah bagaimana masyarakat anarkis dapat hadir dan bekerja serta memperlihatkan hasil yang nyata.

Apakah Anarkis membenci dan hendak membubarkan negara?

Tidak, yang lebih ditekankan dan diutamakan adalah sifat menindas dan menghisap dari negara sebagai simbol kekuasaan akibat hirarkis struktural yang diciptakan. 

Hilangnya batas negara dan bagaimana seluruh warga negara dapat hidup dengan damai dan sejahtera tanpa perlu dikuasai dan diperintah orang lain atau sebaiknya menguasai dan memerintah.


Jika memang keadaan damai tersebut dapat tercipta dengan bentuk model dari sebuah negara.

Jika memang..Maka cita-cita dan mimpi anarkisme boleh hilang dari muka bumi.

Tulisan ini memang jauh dari sempurna. Karena diharapkan kalian juga kita mencari kesempurnaan, menemukan dan meraihnya...cita-cita kedamaian.

Cheers!

Penulis: @anakkopi

Selasa, 01 Maret 2016

Anarki


Jangkrik! Demikian Saya membuka tulisan ini. Sedikit kesal dikarenakan draft sebelumnya terhapus dan kontennya ternyata belum di-save. Yha, maka kita harus ulang segala yang pernah dituliskan. Tadinya awal memang mau bahas sebab ikutan #MaretMenulis dan kenapa juga menggunakan tema personal. Tema personal yang saya pilih persis dengan judul tulisan ini, namun niat awalnya adalah "Anarchy For Dummies" dengan versi Indonesianya: Anarki Untuk Pemula. Namun, dikarenakan setiap dari kita adalah pemula. Maka tema lainnya adalah: Anarki Tuk Semua.

========================================================================

Minggu, 13 September 2015

Pendekatan ABC dalam pencegahan HIV - AIDS

Sumber Gambar: http://www.wgsi.utoronto.ca/GAAP/publications/opening/workshop.html

Sebagaimana kita telah sering mendengar bahwa faktor penularan HIV terbesar adalah:

  1. Prilaku Seks Tidak Bertanggungjawab
  2. Penggunaan NAPZA Suntik tidak aman
  3. Jalur Melahirkan
Dua pola penularan di atas merupakan hasil dari sebuah prilaku yang mana bila ada sebuah pedoman dengan pemahaman serta persebaran informasi baik dapat menekan penularan HIV.

Dalam pembahasan sebelumnya terkait stigma dan diskriminasi, kita telah mulai memahami bahwa pentingnya menjadi seorang role model dengan acuan perilaku baik dan bertanggungjawab termasuk penguasaan informasi untuk mencegah penularan. Pendekatan yang selama ini diketahui jamak dikenal sebagai: "Pendekatan ABC".

Dalam konteks penularan melalui prilaku seks. Pendekatan ABC memiliki kepanjangan

A Sebagai Abstain

Abstain sebagai bentuk sikap pengejawantahan seseorang dari nilai dan norma (termasuk agama) yang diperoleh semenjak kecil mengenai pilihan untuk tidak melakukan sama sekali prilaku seksual sehingga siap. Dalam hal kesehatan produksi pun dipahami bahwa beberapa organ seksual sebaiknya baru mulai aktif melakukan prilaku seksual dalam usia tertentu. Dampak dari prilaku seksual yang terlalu dini (selain penularan HIV dan Penyakit menular Seksual) adalah pada masalah terganggunya fungsi organ seksual seseorang.

B Sebagai Be Faithful

Be faithful atau "menjadi setia" adalah sebuah upaya untuk melakukan hubungan seksual dengan satu pasangan saja sebagai salah satu bentuk tanggungjawab secara konkrit. Dengan menekan jumlah pasangan dipercaya dapat menekan resiko untuk terjadinya prilaku seks yang tidak bertanggungjawab. Dengan satu pasangan yang sah secara agama dan hukum kita melindungi diri dan pasangan untuk mencegah masuknya virus dari luar (terkait pola seks berganti pasangan).

C Sebagai Condom

Condom, Jika kita mempercayai "Pendekatan ABC" sebagai sebuah upaya pencegahan penyebaran HIV dengan pendekatan yang sistematis. Maka, penggunaan kondom merupakan mekanisme pertahanan terujung di mana kita meyakin kondom sebagai benteng terakhir penularan virus HIV, di mana dengan penggunaan kondom kita mengikis stigma dan meyakini bahwa

setiap orang tanpa pandang bulu latar belakangnya memiliki resiko penularan HIV terlebih jika prilaku seksualnya cenderung tidak bertanggungjawab

Lalu bagaimana dalam konteks penyebaran HIV melalui NAPZA? Atau lebih khusus lagi pada komunitas Pengguna NAPZA Suntik (Penasun). Kurang lebih sama. Hanya saja Abstain dalam isu penasun adalah pilihan untuk tidak menggunakan NAPZA atau pilihan untuk tidak menggunakan metode disuntikan. Be faithful dalam isu penasun adalah untuk tidak menggunakan jarum suntik (sebagai media penularan virus) secara bergantian atau beramai - ramai. Condom dalam isu NAPZA digantikan medianya dengan jarum suntik steril.

"Dalam upaya menegakan pola pencegahan dengan pendekatan ABC pemerintah melalui Komisi Penanggulangan AIDS  Nasional (KPAN) beserta kementerian terkait telah melaksanakan program kondom dan LASS (Layanan Alat Suntik Steril) di Rumah Sakit dan Pusat Kesehatan Masyarakat rujukan" demikian pernyataan Pengelola Program KPA Kabupaten Tangerang, Hady Irawan.

Sejauh mana pendekatan ABC dan program yang menyertainya memiliki tingkat keberhasilan akan dibahas dan dijabarkan pada Pertemuan Nasional AIDS V di Makassar pada Oktober 2015 nanti. Mari kita sukseskan upaya pencegahan penyebaran penularan HIV secara bersama, pemerintah dan masyarakat. Sampai berjumpa di Makassar!

Rabu, 26 Agustus 2015

Diskriminasi Dalam Isu HIV - Ruang dan Pencegahan



Pada kesempatan sebelumnya kita sudah membahas mengenai stigma pada isu HIV. Tulisan kali ini akan membahas jika diskriminasi yang dilatarbelakang oleh stigma telah tertanam dan mengakar di pemikiran masyarakat secara sadar atau tidak sadar. 

Tindakan pembedaan pada ODHA akan menggambarkan secara konkret bagaimana stigma berkembang menjadi sebuah diskriminasi. Sebelum membahas lebih mendalam mari kita sepakati bersama terlebih dahulu dengan sederhana apakah yang dimaksud dengan diskriminasi? yakni, tindakan - tindakan bersifat merugikan berlatarbelakang hirarkis struktural berbentuk pembedaan, pembatasan dan pemisahan hak dengan pembenaran akan ketakutan terhadap suatu hal yang tidak diketahui.


Courtesy: Okezone.com


Untuk memetakan kondisi di masyarakat terkait situasi diskriminatif kepada ODHA. Kita dapat membaginya menjadi 3 kelompok: 



  1. Diskriminasi oleh masyarakat, keluarga dan lingkungan
  2. Diskriminasi oleh negara (pemerintah)
  3. Diskriminasi oleh ruang kerja (perusahaan/swasta) 

1. Diskriminasi oleh Masyarakat, Keluarga dan lingkungan

Merupakan lingkup terkecil dan terdekat dari ODHA. Saat seseorang pertama kali mengetahui status HIV-nya kemungkinan besar orang terdekat yang mengetahui adalah keluarga: orang tua, pasangan dan saudara. Harapannya adalah adanya dukungan terkuat muncul dari mereka. Namun, bila mereka tidak terpapar informasi dengan baik dan benar kemungkinan yang terjadi justru sebaliknya; timbul diskriminasi. Oleh karena itu penguatan dalam konseling individu dan keluarga menjadi vital menjembatani komunikasi pasien, layanan kesehatan dan keluarga paska penerimaan statusnya. Penerimaan dari keluarga menjadi pemicu dukungan yang mempengaruhi penguatan ODHA secara psikis. 


Seorang ODHA yang berdaya biasanya mengantisipasi situasi ini dengan pelbagai strategi. Beberapa langkah diantaranya: Menyiapkan materi KIE (komunikasi, Informasi dan Edukasi) terkait HIV - AIDS dalam bentuk: Selebaran, majalah, buku bahkan film untuk dipelajari bersama keluarganya.


Keluarga yang mampu menerima status ODHA menjadi awal terbentuknya keluarga yang berdaya dalam isu HIV bahkan  dapat menjadi role model untuk keluarga ODHA lainnya sehingga menjadi jalan terbinanya citra ODHA yang baik dan benar di masyarakat.


Dalam konteks lingkungan selain skala terdekat yakni, tempat tinggal. Juga tak kalah penting dan menjadi perhatian adalah lingkungan belajar (pendidikan) atau sekolah. Kerap kali pemberitaan di media massa mengabarkan tentang siswa yang dijauhi atau dipaksa keluar oleh sesama orang tua/wali murid dikarenakan memiliki status HIV. Bahkan terdapat kasus di mana sekolah sendiri tanpa ada desakan pihak mana pun langsung memberhentikan anak didiknya yang berstatus HIV demi menjaga pencitraan sebagai sekolah unggulan. Mungkin.

Untuk isu dalam lingkungan atau dunia pendidikan ini sangatlah penting tidak hanya satu kelompok di masyarakat saja yang bertindak menanggulangi isu ini melainkan dengan kerjasama bersama pemerintah serta kelompok lainnya di masyarakat dalam melakukan kampanye anti diskriminasi di lingkungan pendidikan.

2. Diskriminasi Oleh Negara (Pemerintah)


Bagaimana Negara dapat melakukan diskriminasi kepada warganya dalam konteks kesehatan atau isu HIV? Negara dapat diskriminatif melalui: individu, lembaga dan kebijakan.


Individu: Sadar atau pun tidak sadar, oknum aparat pemerintahan kerap dan dapat bertindak diskriminatif dan melupakan etos pemerintahan dalam memberikan pelayanan kepada warganya secara non diskriminatif. Hal ini terjadi bisa akibat minimnya informasi, pengetahuan terkait hal yang ditangani serta menjadi tanggungjawab pengabdiannya. Terlebih bila (dan faktanya berdasarkan data memang kebanyakan) pasien HIV ini dari kalangan masyarakat miskin. Sebagaimana kita mengetahui banyak layanan saat ini telah di-cover oleh BPJS demi memudahkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat miskin. 


Sudah bukan rahasia masyarakat miskin menanggung stigma dikarenakan kemiskinannya sehingga timbul paradigma di kepala oknum aparat pemerintah untuk menomorsekiankan pelayanan kepada mereka. Beberapa kali oknum aparat terbukti memberikan pelayanan tidak profesional, menjelekan status kemiskinan sebagai dampak kemalasan masyarakat miskin dan bahkan memaki mereka untuk menerima pelayanan kesehatan dengan apa adanya tanpa banyak protes (beberapa kasus terungkap di media sosial). 


Pada kasus seperti ini di mana diskriminasi telah menghambat pelayanan terhadap warga negara dikarenakan status kemiskinan dan penyakitnya (HIV) menjadikan kapasitas dan profesionalisme dari pengabdian para aparatur pemerintahan sebuah pertanyaan besar.

Lembaga: Bagaimana dengan sikap pemerintah bila terjadi kasus di mana ada PNS terbukti berstatus HIV positif? Skala prioritas pada pemerintah daerah terkait isu HIV pun dapat menjadi indikator di mana beberapa Pemerintah Daerah bahkan cenderung berkilah bahwa daerahnya bebas isu HIV karena berlatarbelakang agamis sehingga HIV atau ODHA (yang kerap dicap sebagai penyakit atau orang kutukan) tidak menjadi fokus dalam pembangunan daerahnya.

Kebijakan: Terkait otonami daerah banyak kebijakan atau Peraturan daerah (PERDA) dalam penyusunannya ternyata tidak berbasis kebutuhan daerah melainkan dikarenakan pencitraan penguasanya demi mendapatkan simpati pendukungnya. Semisal jika sebuah daerah memilikin kecendrungan identik dengan agama tertentu sebagai basis suara atau dukungan terkuat maka penguasa akan lebih bergerak menciptakan peraturan yang akan memberi dukungan kepadanya terlepas jika dampaknya justru kontra produktif. Beberapa kebijakan bahkan cenderung diskriminatif seperti: PERDA Hijab dan pelarangan keluar atau jam malam bagi perempuan yang mendiskriminasikan gender dan tidak menjawab bahkan menciptakan permasalahn baru. 

Lalu bagaimanakah langkah pemerintah untuk menjawab permasalahan diskriminasi ini?

  • Sosialisasi program secara menyeluruh dan optimal disertai pengawasan program kepada jajarannya secara berkala dalam isu HIV.
  • Menyelenggarakan pelatihan demi merespon program yang akan berjalan serta menanamkan etos kerja juga profesionalisme pada aparat.
  • Menyusun regulasi internal terkait program dan kelembagaan termasuk mengatur pemberian sanksi pada kategori pelanggaran yang terbilang serius sehingga mendukung terciptanya pelayanan non diskriminatif dalam pemerintahan. 
  • Melibatkan LSM, Ormas secara lebih intensif dalam penyusunan peraturan atau kebijakan di berbagai tingkat pemerintahan.

3. Diskriminasi Oleh Ruang Kerja (Perusahaan/Swasta)

Baik pada proses pengumuman, penyaringan, pelatihan, proses kerja dan paska kerja kerap ditemukan dan terjadi permasalahan yang terkait isu diskriminasi. Dalam konteks HIV kita akan membedah macam dan pencegahannya. 

Sebagaimana pada negara model pelaku diskriminasi pada ruang kerja pun dibagi menjadi: orang dan lembaga. Orang disini dapat diartikan sebagai atasan atau sesama pekerja. Sedangkan lembaga dapat berbentuk perusahaan, divisi/bidang dan kebijakan.

Contoh diskriminasi yang dilakukan oleh orang pada ruang kerja: pengucilan dari pergaulan ODHA yang dilakukan rekan pekerja lainnya. Sementara perusahaan dapat melakukan diskriminasi kepada ODHA sebagai berikut: Melarang ODHA bekerja di perusahaan tanpa bukti pertimbangan kesehatan yang valid hanya berbasis asumsi, pemberhentian hanya karena status HIV dari pekerja. Dalam konteks kebijakan perusahaan misalnya: Pemberhentian semena-mena tanpa uang pesangon atau sesuai ketentuan yang manusiawi sebagaimana layaknya, tidak adanya pemberian cuti bagi ODHA yang sedang perawatan dalam stadiu kritis atau fase AIDS.

Asuransi kesehatan yang dikelola pihak swasta pun sampai saat ini sangat ragu dalam memberikan klaim terkait penyakit bawaan atau infeksi oportunitis bila seseorang memiliki status HIV sebagai pasien.

Hal apakah yang seyogyanya menjadi perhatian dan rekomendasi dalam isu diskriminasi ODHA di ruang kerja?


  • Perusahaan bekerjasama dengan pemerintah (dikordinasikan oleh KPA), LSM dan lembaga PBB seperti ILO mengadakan sosialisasi atau penyuluhan kesehatan terutama dalam hal ini isu HIV.
  • Pemerintah membentuk regulasi berbasis referensi dari panduan yang telah dikembangkan oleh ILO terkait ruang kerja yang anti diskriminasi.
  • LSM dan Ormas mendorong agar pemerintah memperbaiki regulasi yang ada terkait bantuan sosial, asuransi sehingga pasien HIV mendapatkan haknya dengan tidak dipersulit permasalahan akses dan administrasi
Dalam hal penyusunan pelbagai Undang - Undang atau produk hukum serta kebijakan atau pun penganggaran yang terkait harkat hidup ODHA maka perlulah kiranya didorong pemberdayaan sehingga terjadi keterlibatan yang optimal di mana hak dan suara ODHA dapat disampaikan dan dipenuhi sesuai kebutuhan dari permasalahan yang ada. Oleh karena itu rekomendasi lain untuk ODHA khususnya adalah penguatan kapasitas sehingga memiliki kompetensi untuk terlibat dalam penyusunan dan pengambilan keputusan yang bersifat strategis dan berbentuk formal.

Maka momentum Pertemuan Nasional AIDS V Tahun 2015 di Makassar nanti menjadi vital sebagai titik kordinasi yang difasilitasi oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional sebagai fasilitator dari pihak pemerintah dengan LSM, Ormas serta perusahaan atau Swasta dalam perumusan strategi penanggulangan AIDS nasional berdasarkan pengalaman dan temuan yang dijabarkan pada pertemuan tersebut. Di mana tentunya isu stigma dan diskriminasi masih memiliki tempat untuk dibahas secara menyeluruh. Sampai berjumpa di PERNAS AIDS V 2015 di Makassar. Salam.